Modul Dasar 1 Pendidikan Anggota: Sejarah, Definisi, Nilai dan Prinsip Credit Union
KATA PENGANTAR
Para calon anggota, anggota dan aktivis Kopdit Kabari yang terkasih! Dalam Rapat Anggota Tahunan, selalu saja ada anggota meminta supaya proses pendidikan dan materi pendidik di Kopdit Kabari dievaluasi kembali. Tentu saja permintaan anggota ini sangat positip. Positipnya adalah bahwa kepedulian anggota terhadap Kopdit Kabari nampak dari permintaan ini. Selain itu, tentu anggota berharap agar semakin tahun semakin maju dan jaya Kopdit ini. Jauh dari itu adalah bahwa anggota menyadari bahwa pendidikan dalam Kopdit sangat penting.
Pendidikan sangat penting karena tiga hal ini. Pertama, anggota mengerti dan memahami tentang Kopdit. Kedua, anggota memiliki rasa akan Kopdit, dan ketiga, anggota tentu akan berusaha untuk mewujudnyatakan apa yang dipahami dan apa yang dirasakannya dalam kehidupan sehari-hari.
Begitu pentingnya pendidikan dalam Kopdit ini, maka sejak tahun 2016 Pengurus-Pengawas mulai mengevaluasi kembali pendidikan. Hasil evaluasi kemudian dijalankan dengan pendidikan dasar. Pengurus-Pengawas mendatangkan Bapak Antonius Haryono dan Yohanes de Deo dari CU Mekar Sai Lampung untuk memberikan pendidikan dasar kepada PPS. Setelah itu, materi-materi pendidikan mulai disusun dan mencoba untuk dijalankan. Namun kandas karena SDM belum siap. SDM kembalikan prinsipnya pada awal mula lagi. Namun sejak 2019, Pengurus-Pengawas berusaha untuk menjalankan pendidikan untuk Staff Manajemen dengan modul dan metode yang lain yaitu bazz group.
Modul-modul yang disiapkan ini merupakan kumpulan dari pendidikan dasar kemudian diolah sesuai dengan kondisi Kopdit Kabari. Hasilnya seperti modul-modul yang kini ada ditangan kita.
Akhirnya harapan Pengurus-Pengawas supaya para fasilitator konsekuen dengan modul ini dan berusaha untuk selalu menyiapkan diri sebelum dibawakan dalam sosialisasi atau pendidikan lanjutannya.
Selamat mencoba dan bergelut dalam proses pendidikan ini.
Pangkalpinang, 18 Februari 2020
Alfons Liwun
Pengurus Bidang Pendidikan Kopdit Kabari 2019-2023.
BAHAN PENDIDIKAN CALON ANGGOTA
A. F.W. Raiffeisen: wali kota Flammersfield Jerman[1]
- Tahun 1846-1847, penduduk Flammersfield mengalami kelaparan hebat akibat musim dingin dan terjadinya revolusi industri, saat itu. Dampak dari situasi yang demikian itu, Henry Wolff seorang pejabat lokal menyebut kondisi penduduk khususnya para petani sebagai ‘Dunia Tak Berpengharapan’.
- Kondisi penduduk yang demikian itu, mendorong F.W. Raiffeisen sebagai seorang wali kota Flammersfield untuk melakukan suatu tindakan kemanusiaan dengan: pertama, menghimpun dana dari dermawan dan membagikannya untuk modal usaha kepada kaum miskin namun selalu kurang dan tidak berhasil mengatasi masalah.Kedua, membeli roti dan mengumpulkannya dari pabrik kemudian membagikannya kepada kaum miskin, namun juga tidak mengatasi kesulitan.
- Ketidakberhasilan sang walikota membuatnya trenyuh, dan memunculkan sebuah ide cemerlang bahwa kesulitan kaum miskin hanya dapat diatasi oleh kaum miskin itu sendiri dengan jalan mengumpulkan modal dan kemudian meminjamkan modal tersebut kepada sesamanya”.
- Sekarang kita diskusikan dalam buzz group: 2-3 orang, disamping kiri kanan, dengan pertanyaan refleksi berikut ini: Nilai-nilai kemanusian apa saja yang kita peroleh dari pengalaman F.W Raiffeisen?
Supplement-1:
Pertama, seorang manusia yang memiliki jiwa yang jernih untuk berjuang dan memikirkan kebutuhan (baik dirinya maupun orang lain), ia tidak kehilangan akal sehatnya. Justru akal sehat seperti yang dimiliki F. W. Raiffeisen melahirkan gagasan yang hebat dan sangat berpengaruh hingga saat ini: Pertama, situasi si miskin hanya dapat ditolong oleh si miskin itu sendiri.Kedua, bagaimana caranya? Caranya ialah si miskin berkumpul, mengumpulkan modal, dipinjamkan diantara mereka dengan bunga yang layak.
Kedua, cara yang dilakukan F.W. Raiffeisen terhadap penduduknya boleh disebut ‘membangun atau pembangunan’, yaitu suatu proses perubahan dari suatu kondisi ke kondisi yang lebih sempurna. Maka, didalam pembangunan itu diperlukan proses perubahan ke arah yang lebih baik untuk kesejahteraan hidup manusia.
Ketiga, cara menyelamatkan penduduknya oleh Raiffeisen yang berawal dengan ‘barang’ dan ‘derma’ ternyata gagal. Fokusnya kepada ‘harta’ rupanya jauh dari harapan, karena kebutuhan selalu bertambah, sedang persediaan barang terbatas. Cara ini menyadarkan Raiffeisen untuk beralih kepada ‘manusia’. Manusia lebih penting dari uang dan roti (makanan) walaupun keduanya itu dibutuhkan manusia.
Keempat, kesadaran itu melahirkan ‘pola pemberdayaan’ manusia walaupun situasinya sangat terpuruk. Itu artinya bahwa manusia dalam situasi terpuruk sekali pun, ia adalah pelaku utama dan sekaligus fokus dalam pembangunan itu sendiri.
B. Menggali dari Pengalaman Melalui CODE[2] Berikut ini:
Coba perhatikan gambar-2, diambil dari bahan pendidikan Inkopdit, 1995, dengan saksama, kita diberi waktu selama satu menit untuk melihat tersebut.
Pertanyaan pendalaman code:
a. Apa yang sedang terjadi didalam gambar di atas?
b. Nilai-nilai dan prinsip-prinsip hidup apa saja yang dihayati oleh pelaku dalam gambar di atas?
c. Apakah situasi yang sedang terjadi didalam gambar tadi, ada juga di dalam lingkungan masyarakat kita dewasa ini?
Supplement-2:
Sekelompok orang bekerjasama membangun rumah. Mereka berinisiatif untuk melakukan secara sukarela-terbuka. Mereka menyadari diri sebagai bagian dari lingkungan sesama mereka, rasa solidaritas, merasa sebagai sesama manusia yang adil baik untuk diri maupun untuk orang lain.
Dengan cara ikut-terlibat-gotong royong, tanggungjawab, kesetia-kawanan, keterbukaan, dan peduli terhadap sesama, justru mereka menghayati ‘menolong orang lain-menolong diri sendiri’, bertanggungjawab dalam hidup sesama, bertanggung-jawab untuk diri sendiri. Inilah yang disebut ‘nilai-nilai CU-Koperasi.’
Bentuk kerjasama yang dikenal ‘gotong royong’ ini, tidak hanya dikenal di masyarakat kita. Gotong royong juga dikenal di benua-benua lain di dunia ini. Misalnya di Eropa, masyarakat Prancis menyebut: ‘drainage’, sebuah bentuk bekerjasama untuk membangun saluran air dan sistem irigasi; di Jugoslavia dikenal Zagudras, di Peru dikenal ‘Ayllus’ di Meksiko disebut ‘Ejidos’ dan di India disebut ‘Fads’.
Tingkat kerjasama atau ‘gotong royong’ ini, dalam masyarakat kita, sangat bergantung pada situasi lokal, yaitu masyarakat sendiri dan alam, sementara arus iklim ekonomi semakin hari semakin tinggi berdasarkan pola hidup kota dan nasional. Karena itu, mau tidak mau sumber-sumber alam dan manusia, dimanfaatkan secara rasional dan teknik-teknik efisien dipakai untuk mencapai produksi massal. Sehingga pemanfaatkan hasil produksi secara merata bagi kepentingan hidup manusia.
Bentuk kerjasama yang kita sebut ‘gotong royong’ tadi, di pertengahan abad ke-19, muncul organisasi buruh untuk menentang ketidakadilan yang dilahirkan oleh sistem kapitalis.[3] Organisasi buruh ini memberikan ciri khas tersendiri yaitu meningkatkan kerjasama yang dimulai secara tradisional menjadi kerjasama yang terarah. Organisasi itu untuk pertama kali muncul sebagai sebuah Koperasi Konsumen[4] di kota Rochdale, Inggris, 1844. Koperasi Konsumen Rochdale ialah sekelompok konsumen yang merasa dirugikan oleh para tengkulak atau penguasa jasa. Sekelompok konsumen ini dibentuk karena dua faktor ini: mutu barang amat jelek dan harga barang tinggi yang berakibat si miskin berhutang terus menerus.
Pengalaman Koperasi Konsumen di Rochdale Inggris, dengan situasi ekonomi saat itu, telah memunculkan delapan prinsip Koperasi (pola dasar koperasi) yaitu[5]:
1. Kepada anggota yang berjasa dibayarkan uang jasa,
2. Bunga dibatasi,
3. Jual dengan harga pasaran dan selalu dengan pembayaran kontan,
4. Perkembangan terus menerus,
5. Penyelenggaraan secara demokratis: satu anggota satu suara tanpa perwakilan suara,
6. Keanggotaan terbuka,
7. Netral dalam agama dan politik,
8. Pendidikan terus menerus.
Kemudian hari kedelapan prinsip ini menjadi dasar bagi ICA untuk merumuskan menjadi tujuh prinsip-prinsip Koperasi, yaitu:[6]
1. Keanggotaan yang sukarela dan terbuka
2. Pengawasan demokratis oleh anggota
3. Partisipasi anggota dalam kegiatan ekonomi
4. Otonomi dan kemandirian (independensi)
5. Pendidikan, pelatihan, dan penerangan
6. Kerjasama antar koperasi
7. Kepedulian terhadap masyarakat
Sedangkan di Jerman pada abad yang sama (1849) pun mengalami situasi yang sama waktu itu, yaitu terjadi kemelaratan yang dialami oleh para petani, dimana alam tidak bermurah hati bagi mereka: musim paceklik sering terjadi dan musim dingin menambah parah keadaan masyarakat. Mereka sangat bergantung pada alam disekeliling mereka. Terjadi kehabisan makanan, muncul wabah penyakit, bahkan dalam situasi begitu muncul lintah darat yang terus menggerogoti para petani. Petani terus berusaha untuk ‘gali lubang tutup lubang, tutup hutang lama dan cari hutang baru’.
Kondisi sosial ekonomi Jerman saat itu semakin memburuk akibat sebuah gagasan dari seorang Walikota di Flammersfield, Jerman Barat, namanya: F.W. Raiffeisen. Raiffeisen mengundang para pengusaha dan hartawan untuk berkumpul. Dihadapan mereka itu, Raiffeisen berpendapat bahwa kaum miskin perlu segera ditolong. Para hartawan mengumpulkan dana untuk menolong kaum miskin itu.
Dana dibagikan kepada kaum miskin sebagai penambah modal hidup mereka. Namun, usaha ini gagal karena uang derma ternyata tidak dapat mencukupi kebutuhan para petani. Bahkan diperparah oleh mentalitas petani yang cepat-cepat memboroskan dana supaya ingin mendapat lagi. Diberi terus menerus, tetapi esoknya habis lagi, dan seterusnya begitulah keadaan terus berjalan.
Kegagalan usaha F.W. Raiffeisen ini tidak menggoyahkan niat baiknya. Refleksi Raiffeisen pada akhirnya menemukan titik pangkal hidup baru dalam keputusan ini: ‘kesulitan si miskin hanya dapat diatasi dengan jalan menyatukan si miskin, kemudian mengumpulkan dana dari mereka sendiri untuk dipinjamkan dengan bunga murah kepada sesama mereka.’ Dari pernyataan walikota Jerman Barat ini, kita menemukan tiga pokok prinsip utama dalam CU-Koperasi yaitu: (1). tabungan hanya diperoleh dari anggota, (2). pinjaman hanya diberikan kepada anggota, dan (3). jaminan terbaik bagi pinjaman adalah watak si peminjam itu sendiri.
Terinspirasi dari Jerman ini, kemudian hari melahirkan sembilan prinsip Koperasi Kredit menurut WOCCU[7] yaitu:
a. Struktur demokratis: (1). keanggota yang terbuka dan sukarela, (2). pengawasan demokratis, (3). tidak diskriminatif,
b. Pelayanan kepada anggota: (4). pelayanan kepada anggota, (5). distribusi kepada anggota, (6). membangun stabilitas keuangan,
c. Tujuan sosial: (7). pendidikan yang terus menerus, (8). kerjasama antar koperasi dan (9). tanjungjawab sosial.
Gerakan Koperasi Kredit yang bermula di Jerman ini kemudian berkembang ke penjuru dunia. GKK berkembang ke Amerika berkat jasa Edward Albert Filene, Pierre Jay, dan Roy F. Bergengren. Di Kanada oleh Henry W. Wolf dan GA. Desjardine. Di Italia oleh Luigi Luzzati dan Leone Wolemborg. Di Korea oleh Suster Mary Gabriella dan Mulherin. Di Spanyol oleh Pst. Don Jose Maria Arizmendiarreta, SJ dan di Indonesia diperkenalkan oleh Pst. Karl Albrech, SJ.
Gerakan CU-Koperasi dunia ini bukan hanya semata-mata sebuah gerakan massa. Tetapi didalam gerakan itu terbentuk organisasi dunia sampai kepada anggota CU-Koperasi primer, sehingga terbentuklah jejaring CU-Koperasi dunia.[8] Coba perhatikan gambar ke-3 tentang Struktur Gerakan CU Dunia.
C. Kompendium:
Belajar dari rangkaian sejarah, definisi, nilai, dan prinsip KSP, beberapa pertanyaan yang boleh kita renungkan ialah ‘mengapa anda dan saya mau menjadi anggota Kopdit Kabari? Apakah pilihan anda dan saya sekarang ini benar-benar cocok untuk pengembangan ekonomi keluarga, tetangga kita dan masyarakat pada umumnya?
Berjalan didalam sejarah CU dari Jerman sampai di Pangkalpinang, boleh kita simpulkan beberapa hal dasar berikut ini:
- Sejarah, definisi, nilai-nilai, dan prinsip-prinsip CU-Koperasi disebut oleh pakar Koperasi Indonesia, bapak Ibnoe Soedjono sebagai Jatidiri Koperasi.[9]
- Definisi CU-Koperasi yang selama ini diterima adalah:[10]
Pertama, kumpulan orang-orang secara sukarela dan terbuka yang memiliki kebutuhan yang sama; dalam satu ikatan pemersatu yang bersepakat untuk menabungkan sejumlah uang untuk menciptakan modal bersama guna dipinjamkan diantara sesama mereka dengan bunga yang layak serta untuk tujuan produktif dan kesejahteraan.
Kedua, perkumpulan otonom dari orang-orang yang bersatu secara sukarela untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan dan aspirasi ekonomi, sosial dan BUDAYA mereka bersama melalui perusahan yang dimiliki bersama dan dikendalikan secara demokratis’.[11]
Didalam CU tadi kita menemukan prinsip-prinsip CU yang kemudian dihidupkan hingga saat ini. Berdasarkan ICA 25 September 1995 di Manchester disepakati bahwa prinsip-prinsip itu adalah:
1. Keanggotaan Sukarela dan Terbuka,
2. Pengendalian oleh anggota-anggota secara demokratis,
3. Partisipasi Ekonomi Anggota,
4. Otonomi dan independensi,
5. Pendidikan, pelatihan dan informasi,
6. Kerjasama diantara Koperasi dan
7. Kepedulian terhadap Masyarakat.
Sedang WOCCU menyebut sembilan prinsip Koperasi Kredit yaitu:[12]
- Pertama, struktur demokratis: 1. Keanggota yang terbuka dan sukarela, 2. Pengawasan demokratis, 3. Tidak diskriminatif,
- Kedua, pelayanan kepada anggota: 4. Pelayanan kepada anggota, 5. Distribusi kepada anggota, 6. Membangun stabilitas keuangan,
- Ketiga, tujuan sosial: 7. Pendidikan yang terus menerus, 8. Kerjasama antar koperasi dan, 9. Tanjungjawab sosial.
Selain prinsip-prinsip CU tadi, kita juga menemukan nilai-nilai dalam pengertian Kopdit dan prinsip-prinsip CU, yaitu:[13]
Pertama, Nilai-nilai organisasi seperti: menolong diri sendiri, bertanggungjawab pada diri sendiri, demokrasi, kesetaraan, keadilan dan solidaritas.
Kedua, selain itu, ada nilai-nilai CU yang kita sebut nilai-nilai etis yang kita temukan didalam diri para pendiri CU seperti: sikap saling percaya, ada nilai-nilai etis didalam diri seperti kejujuran, keterbukaan, tanggungjawab sosial dan peduli pada orang lain.
Berdasarkan UU Koperasi Republik Indonesia, prinsip-prinsip Koperasi ialah[14]: Keanggotaan bersifat suka rela dan terbuka, Pengelolaan dilaksanakan secara demokratis, Pembagian sisa hasil usaha dilaksanakan secara adil sebanding dengan besarnya jasaa usaha masing-masing anggota, Pemberian balas jasa yang terbatas terhadap modal, Kemandirian, Pendidikan perkoperasian, Kerjasama antar koperasi.
D. Akhir Pertemuan:
Para peserta diajak untuk melihat film singkat atau video singkat atau ceritera singkat, dll dengan tema khusus: ‘kerjasama’.
Nyanyikan Hymne Koperasi
[1] Munaldus, dkk, ‘Credit Union: Kendaraan Menuju Kemakmuran, Praktik Bisnis Sosial Model Indonesia, Jakarta: PT. Elec Media Komputindo, 2012. Munaldus menulis Sejarah CU secara lengkap dalam buku ini dari hal. 4-22.; bdk. Prima Sulistya dan Dewi Widyastuti, ‘Ketika Orang Kecil Takut Ke Bank,’ Yogjakarta: Pustaka Indonesia, 2016, hal. 36-38.
[2] Kata ‘Code’ jika dicari dalam berbagai literatur selalu disamakan dengan kata password atau kata sandi. Maksud dari ‘code’ ialah memuat sesuatu ide atau gagsan yang didalamnya mengkomunikasikan sesuatu maksud tertentu. Code bisa dalam bentuk cerita, kartun, gambar, puisi, lagu, film atau video singkat, bisa juga diambil dari majalah atau koran.
[3] ‘Sistem Kapitalis’: sistem ekonomi dimana perdagangan, industri dan alat-alat produksi dikendalikan oleh pemilik swasta dengan tujuan membuat keuntungan dalam ekonomi pasar.
[4] ‘Koperasi Konsumen’: perkumpulan orang untuk membeli barang kebutuhan dan kemudian menjual lagi kepada anggota dengan harga jauh lebih murah.
[5] Munaldus, dkk, ‘Credit Union: Kendaraan Menuju Kemakmuran-Praktik Bisnis Sosial Model Indonesia,’ Jakarta: PT. Elex Media Komputindo, 2012, hal. 9-10; bdk. bdk. Bahan Pelatihan Dasar Koperasi Kredit (Credit Union), (ms), Jakarta: Inkopdit (CUCO), 1995, hal. 10-12.
[6] Bdk. Bahan Pelatihan Dasar Koperasi Kredit (Credit Union), (ms), Jakarta: Inkopdit (CUCO Indonesia), 1995, hal. 13-14.
12 J. Budi Assa, dkk, ‘Segala Permulaan Itu Sulit’, Bandung: Pohon Cahaya, 2017, hal. 66-67.; bdk. Prima Sulistya dan Dewi Widyastuti (2016), hal. 39.
[9] Ibnoe Soedjono, Membangun Koperasi Mandiri dalam Koridor Jatidiri’, Lembaga Studi Pengembangan Perkoperasian Indonesia (LSP2I), Jakarta: 2007, hal. 5. Pakar Koperasi Indonesia ini terinspirasi dari pernyataan ICA tentang “Jatidiri Koperasi" ICA Cooperatives Identity Statement, Manchester, September 25, 1995.
[10] Munaldus, dkk, ‘Credit Union: Kendaraan Menuju Kemakmuran...’ (2012), hal. 2-3 bagian tentang CU, memiliki enam definisi tentang CU. Dari keenam definisi tersebut, dirangkum dalam modul ini menjadi dua definisi CU. Dua definisi CU terdiri dari definisi pertama yang diberikan oleh WOCCU sebelum pleno dan definisi kedua diterima oleh WOCCU dalam dan sesudah pleno.
[11] Munaldus, dkk, ‘Koperasi How to Grow and Sustain’, Jakarta: PT. Elex Media Komputindo, 2017, hal. 10. Dalam definisi Koperasi ini, kata budaya dicetak dengan huruf kapital karena merupakan usulan dari Jepang atas nama Asia, dan usul ini diterima dalam forum Kongres ICA 1995 di Manchester. Sebab bunda sangat kuat mempengaruhi hidup masyarakat Asia. Sebagi misal budan ‘Han’ di Jepang dan Korea.
[12] Munaldus, dkk, ‘Credit Union Kendaraan Menuju Kemakmuran – Praktik Bisnis Sosial Model Indonesia’, Jakarta: PT. Elex Media Komputindo, 2012, hal. 30-34.
[13] Ibnoe Soedjono, Op. cit, hal. 6.
[14] Bdk. UU No. 25/1992, dalam bagian kedua tentang Prinsip-prinsip Koperasi, khusus pada pasal 5 poin 1 dan 2.