F.W. Raiffeisen-Kisah Menaklukan Kemiskinan dari Jerman
atatan Pinggir ini, merupakan tajuk dari kisah pertama F.W. Raiffeisen dalam bukunya ini: Walikota di Weyerbusch sampai pada kisah terakhirnya tentang menyebar ke seluruh dunia.
Dari setiap kisah yang ditulis Franz Braumann, akan diringkaskan kisah ini, dengan segala makna dan arti terdalam dari isi-isi kisah ini.
= 1 =
F. W. Raiffeisen diutus oleh pemerintah pusat di Altenkirchen ke Weyerbusch, sebagai seorang walikota. Raiffeisen menggantikan walikota sebelumnya. Raiffeisen berusia 27 tahun, kala itu menjadi walikota Weyerbusch. Masih muda belia. Usia yang sedang aktif dan masih hangat di kepalanya tentang sebuah idealisme, masa depan.
Pertama kali muncul di Weyerbusch, terlihat secara transparan dua tantangan yang besar. Tantangan alam yang dingin dan bersalju dalam rentang waktu yang cukup panjang, tidak seperti biasanya. Tantangan berikutnya ialah kemiskinan masyarakat lokal sebagai akibat musim dingin-bersalju dan kolonialisme pemodal, rentenir.
Tantangan alam, rupanya tak bisa dilawan balik. Karena itu, masalah alamiah. Tantangan kemiskinan masyarakat lokal, dilihat Raiffeisen menjadi sebuah fenomenal yang harus dicaritahu, akar penyebabnya. Karena itu, Raffeisen meninggalkan “ruang kertasnya” dan memilih untuk mengunjungi orang-orang yang dikenal didekat kantor walikota.
Raiffeisen mendengar banyak suara dari orang-orang yang dikunjunginya. Dia merekam semuanya. Dia kembali ke kantornya, dan bergelut dalam keheningan malam. Raiffeisen bertindak lagi dengan mengunjungi penduduk ke-22 desa. Dia mendengar suara dari guru-guru sekolah. Dia kembali ke kantornya, dan merenungkan lagi. Dan seterusnya, Raiffeisen melakukan itu semua dalam hari-hari menjadi walikota di Weyerbusch.
Hasil kunjungan dari rumah ke rumah, dari desa ke desa, Raiffeisen menemukan akibat kemiskinan di Weyerbusch, yaitu banyak petani yang gagal panen, akitivitas masyarakat lumpuh, sekolah macet, rumah penduduk perlahan-lahan rusak, fasilitas umum seperti milik pemerintah dan gereja pun rusak, dokumen-dokumen pribadi dan umum tak ketinggalan rusak, persediaan bahan makanan berkurang, sikap apatis, keras kepala dari masyarakat muncul, mentalitas masyarakat kepingin gratis pun muncul juga, dll.
Situasi masyarakat Weyerbusch direkam dengan baik oleh Raiffeisen. Raiffeisen membawa pulang seluruh pengalaman perjalanannya ke kantor walikota. Raiffeisen tak mau kalah. Dia sediakan waktu khusus untuk melihat kembali, menganalisis, mengambil tindakan dengan sebuah planning yang jelas.
Raiffeisen mengubah situasi kemiskinan masyarakat lokal menjadi “peluang” yang harus menjadi strategi planning untuk seorang walikota. Disinilah, kita pencinta Credit Union belajar bagaimana:
Pertama, F.W. Raiffeisen datang ke Weyerbusch sebagai walikota muda, umur 27 tahun. Umur itu, adalah umur idealisme. Idealisme birokrat, sirna ketika hadir menyaksikan Weyerbusch dan berjumpa dengan masyarakat lokal, yang hidupnya semnggara dan miskin.
Kedua, situasi alam yang dingin-bersalju dan lingkungan masyarakat lokal yang tidak bersahabat, menghantar Raiffeisen muda, mengubah arah idealismenya. Rencana Strategi baru menjadi harapan masyarakat lokal, tidak seperti walikota terdahulu. Ini tantangan bagi Raffeisen. Tapi, perlahan-lahan Raiffeisen “mengawinkan” idealisme birokrat, pengalaman masa kecil dan situasi lokal Weyerbusch, dengan cara 3M: melibatkan, mengembangkan, dan mencerdaskan.
Ketiga, pola pendekatan kepemimpinan. Jabatan tidak mengubah orang lain. Jabatan hanya ada perintah dan yang lain melaksanakan. Namun, melaksanakan perintah jabatan, belum tentu cocok dengan situasi masyarakat lokal. Tidak mengubah cara lama untuk keluar dari situasi masyarakat yang membebaskan mereka. Pola pendekatan kepemimpinan dengan mengunjungi-mengobrol dari hati ke hati, membuat sharing tentang situasi lokal, menjadi modal analisa sosial untuk Raiffeisen. Pola melihat berujung pada pola melayani. Prinsip 3M: melibatkan, mengembangkan, dan mencerdaskan!, inilah cara leadership membaca tanda-tanda situasi lokal.
Keempat, pola kepemimpinan Raiffeisen: turun-mengalami-mendengarkan-kembali merenung-menyusun rencana strategi, menjadikan tindakannya yang kontekstual bagi masyarakat lokal. Menjawabi kebutuhan masyarakat lokal, adalah hal yang cukup mendasar bagi seorang leadership.
Kelima, kepemimpinan Raiffeisen yang melihat situasional lalu mengubah menjadi peluang untuk menyusun rencana strategi, adalah tipe pemimpin auditori-visual-kinestesis. Disini, kemampuan seorang leader sebagai penggerak sekaligus pemersatu masyarakat lokal.
Keenam, kepemimpinan Raiffeisen, tidak menjadikan masyarakat sebagai objek pemberdayaan. Namun, melalui daya nalar edukasinya, Raiffeisen melihat masyarakat lokal sebagai subyek pembangunan (prinsip melibatkan) serentak pembangun masa depan mereka.
Ketujuh, sabda dalam Alkitab, menjadi spiritualitas hidup Raiffeisen. Ibadah Raiffeisen kepada sang Penciptanya, menjadi contoh bagi leader dengan latabelakang agama dan kepercayaan apapun. Sabda Tuhan menjadi spiritualitas pemersatu dan penggerak utama pembangunan masa depan masyarakat yang sejahtera, adil, dan makmur, lahir dan batin.
= 2 =
Raiffeisen di Weyerbusch, menambah sibuk, baik secara fisik maupun secara mental. Kesibukkan yang dialaminya, mendorong dia untuk refreshing. Refreshing kali ini, Raiffeisen mengundang teman masa kecilnya, Karl.
Kehadiran Karl di Weyerbusch, mengantar Raiffeisen kembali ke masa lalunya. Tidak hanya pengalaman masa lalu, tetapi juga back to basic, kampung halaman mereka, di Hamm-Sieg. Disana mereka mengalami sukacita dengan menikmati alam yang indah, jalan kaki, ketemu pastor Seipel yang menjadi gurunya, dan keluarga Raiffeisen, serta menikmati masa muda mereka di Hilgenroth.
Kehadiran Raiffeisen dan Karl dalam keluarga, mendapat informasi yang sangat lengkap tentang masa-masa ketika mereka tumbuh dan dibesarkan oleh Amalie Susanne Maria Lantzendörffer, ibu Raiffeisen. Bahwa keluarga Raiffeisen setelah ditinggalkan ayahnya, mereka hidup miskin. Keluarga mengalami kemiskinan akibat terjerat rentenir, ternak hewan kemudian hilang ke tangan rentenir. Hal ini dialami langsung oleh Raiffeisen. Kehadiran Raiffeisen dan Karl di pastoran, mendapat hembusan kehangatan dari pastor Seipel. Mereka termotivasi untuk maju bekerja lebih keras.
Dan motivasi yang paling dahsyat untuk Raiffeisen adalah dari sahabatnya, Karl. “… dunia dapat dibuat menjadi tempat yang lebih baik dan lebih sehat bagi yang membutuhkan dan terlantar.” Kalimat motivasi ini, menyemangati Raiffeisen untuk kembali ke Weyerbusch, seorang anak muda, sebagai walikota.
Kita patut belajar dari kisah liburan Raiffeisen dan sahabatnya Karl Bungeroth. Pertama, liburan ke kampung halaman. Kampung halaman merupakan “sumur kehidupan” yang tak pernah kering. Disana, letih lesuh dan berbeban berat kembali dihujani dengan kisah-kisah kegembiraan. Tidak hanya itu, di kampung halaman, ada kumpulan orang-orang sederhana dan hebat memberikan motivasi. Kedua, libur bersama sahabat karib. Mereka saling memberi motivasi yang menguatkan perjuangan mereka. Berlibur bersama sahabat karib, berarti mereka tidak salah pilih teman. Ketiga, berlibur berarti pergi menimbang “kehangatan dan kesegaran” baru untuk bekerja.
Keempat, berlibur, menikmati pengalaman baik pengalaman yang paling kecil maupun pengalaman yang paling tinggi. Raiffeisen berlibur dengan berjalan kaki, murah meriah. Walaupun murah, mereka kembali dengan segudang harapan dan cita-cita untuk bekerja lebih giat dan sukses. Kelima, berlibur tetap menjaga harmonisasi antara kehidupan pribadi dan sahabat karib, antara keluarga dan guru yang telah mendidik mereka.
Dari keseluruhan pengalaman dan motivasi, kita tidak menemukan sebuah strategi yang disusun kemudian didiskusikan bersama, Raiffeisen dan Karl. Namun, yang sangat jelas ialah kedisiplinan dalam keluarga yang membentuk mereka dan komitmen mereka berjuang untuk sebuah masa depan yang lebih baik. Termasuk komitmen mereka untuk kesejahteraan masyarakat lokal. Hal ini terlihat ketika diajak keluarga untuk menemui teman cewek pun, mereka menolaknya.
Kemiskinan, mendorong Raiffeisen untuk membuat strategi planning dengan tujuan mengubah pola lama menjadi pola baru yaitu menolak rentenir, hedonis bersama teman-teman yang lebih banyak, belajar mendengar kisah dari ibu Amalie dan Pastor Seipel dan menikmati indahnya alam di sekeliling mereka. Bahkan menolak pola hidup enak dengan tidak kembali ke Weyerbusch dengan kereta dan berjuang menjaga image masyarakat lokal.
= 3 =
F.W. Raiffeisen, tipe leader yang rendah hati. Dalam kerendahanhatinya, dia berjuang untuk mengakhiri masa lajangnya. Mungkin saja, sebagai akibat dari cuaca alam yang dingin dan sekaligus sebagai dorongan dari orang-orang yang dikunjunginginya. Menghendaki agar Raiffeisen muda, cepat menikah!
Rasanya, bukan itu alasannya. Namun alasannya lebih jauh dari itu adalah dorongan dalam dirinya, suatu pengalaman kebersamaan di masa muda, yang menampilkan gejolak cinta. Raiffeisen berjuang untuk membangun dan merawat cintanya, sejak pertama kali berjumpa HUT Emily, akhirnya tercapai, memboyong Emily menjadi isterinya di Weyerbusch. Dia menikah dengan Emily, anak seorang apoteker.
Keberhasilan dalam merawat cintanya dengan Emily, dengan berbagai cara. Cara yang cukup menarik ialah ketika dia berjuang menyisihkan waktu untuk pergi menjumpai Emily dan keluarga Emily. Dihadapan keluarga Emily, walau seorang walikota, dia tetap menampilkan kesederhanaan hidupnya sebagai anak seorang petani. Bahkan tidak hanya itu, dia mengatur seluruh proses pembentukan keluarganya dalam kesederhanaan.
Saking hidup sederhananya, dan benar-benar mau untuk kebutuhan yang lebih bersahaja, Raiffeisen tidak segan-segan membatalkan hadiah yang termahal untuk isterinya, dan mengalihkan untuk menolong anak-anak miskin yang diusir dari rumahnya oleh rentenir. Raiffeisen menampilkan wajah charity. Dan dia menyadari akan cara ini.
Dalam kesederhanaan hidupnya sebagai seorang walikota dengan segala kelengkapan berbagai otorita keputusan, Raiffeisen memfokuskan dirinya untuk menyiapkan dan terlibat langsung dalam proses pendidikan anak-anak di Weyerbusch. Apa yang dilakukan inilah kemudian hari dikenal dalam Credit Union, pendidikan merupakan salah satu pilar utama dalam Credit Union.
Keberhasilannya dalam dunia pendidikan di Weyerbusch, berkat beberapa cara yang dia lakukan baik bersama keluarga isterinya, masyarakat lokal, para pejabat lain dalam lingkungannya maupun dengan pihak gereja, antara lain: membangun komunikasi yang sopan dan rendahhati; membangun pola hidup sederhana walaupun sebagai seorang walikota; membangun kerukunan dan kedamaian dalam keluarga, dengan bekerja keras, berdoa, dan perhatian kepada orang-orang miskin; dan meneguhkan dan menguatkan orang-orang miskin di desa-desa dengan pola hidup sederhana dan mengatur ekonomi dalam keluarga dengan baik sampai musim dingin-salju berlalu
Sungguh-sungguh menguatkan pola pandang ke masa depan baik hidupnya sendiri maupun mengarahkan masyarakat lokal adalah komitmen dan otonomi dirinya. Komitmen untuk mensejahterakan masyarakat lokal. Sementara otonomi dirinya bukan mengarahkan dirinya pada otoritas, melainkan pola demokratis dalam berbagai diskusi dan perjumpaannya dengan orang lain.
= 4 =
F.W. Raiffeisen berhadapan dengan Dealer, menjadi fokus Raiffeisen dalam tajuk keempat ini. Dealer adalah tempat “lintah darat” menyedot keringat, harta, dan uang masyarakat lokal, dalam wilayah kerja walikota, Raiffeisen.
Keluarga Michael dan Amalie Penkhoff di Ödenrath sedang menghadapi dealer, si lintah darat. Kesulitan yang dialami keluarga ini, sang isteri, Amile datang menemui walikota; mensharingkan seluruh perjuangan hidup mereka selama ini, yang sangat bergantung kepada lintah darat, dealer namanya Birnbaum.
Amalie menceritakan bahwa dealer Birnbaum, akan melelangkan seluruh tanah, rumah, kandang, dan kuda kepada masyarakat umum yang mau beli. Dengan itu, keluarga Amalie harus pindah dan mau kemana, tidak ada lagi tempat untuk mereka. Kisah Amalie, didengar serius oleh sang walikota. Raiffeisen kemudian menghantar Amalie pulang ke rumahnya, dan mau mengobrol dengan sang suami. Obrolan, hanya memberikan motivasi. Karena bagaimana pun saat ini, sang walokota dan keluarga Amalie, sedang menghadapi situasi hukum.
Raiffeisen mencoba pergi menjumpai Birnbaum, dengan maksud supaya, proses pelelangannya tidak dilanjutkan. Namun respons Birnbaum adalah melawan walikota. Bahkan secara halus, Birnbaum mengusir sang walikota untuk keluar dari rumahnya.
Tidak hanya itu, sang walikota kembali ke rumah Amalie untuk menenangkan keluarganya, termasuk anak-anak mereka. Dalam situasi itu, Raiffeisen membuka hati, memberikan ruang atas sekolah yang baru dibangun untuk kediaman sementara bagi keluarga Amalie. Tidak hanya itu, Raiffeisen menjanjikan pekerjaan dan pendidikan untuk keluarga Amalie.
Belajar dari kisah Raiffeisen menghadapi dealer, lintah darat yang menyedot segala hal yang dimiliki masyarakat lokal hingga terjadi kemiskinan:
Pertama, Raiffeisen tak pernah tinggal diam. Dia berjuang bersama keluarga Amalie. Pro kepada orang-orang miskin akibat lintah darat, menegaskan komitmen Raiffeisen bahwa kehadirannya di Weyerbusch untuk kepentingan masyarakat miskin.
Kedua, dalam menghadapi lintah darat yang menyusahkan masyarakat lokal, Raiffeisen tidak mengutamakan jabatan, otoritasnya. Dia bersikap tegas melawan perbuatan yang memiskinkan masyarakat lokal dan tetap menegakkan hukum. Hukum tetap berjalan. Bahkan Raiffeisen jauh dari penyalahgunaan dana walikota untuk kebutuhan masyarakat lokal secara pribdi.
Ketiga, dalam melakukan perjumpaan dengan pihak dealer, Raiffeisen menampilkan taknik negosiasi, walaupun terlihat tidak berhasil. Dalam negosiasi, argumen apapun ditampilkan kedua belahpihak. Menariknya, pola hidup kekristenan antar keduanya yaitu beramal kasih kepada orang-orang yang miskin seperti keluarga Amalie, tak dikiraukan oleh dealer Birnbaum. Ini menandakan bahwa “hati nurani” pihak Raiffeisen dan Birnbaum, memiliki fokus hidup yang berbeda. Ternyata, menyebarkan amal kasih kepada sesama, sangat sulit. Namun, sangat mudah untuk memberikan informasi tentang amal kasih.
Keempat, lintah darat merupakan suatu perbuatan yang sangat jahat bagi kemanusiaan. Dia ada dulu, sekarang, dan mungkin juga ada di masa depan, yang selalu dan kapan saja menghantui Credit Union. Karena “kebaikan universal dan kejahatan”, sangat melekat pada diri seorang manusia. Walaupun demikian, sebaik apapun atau sejahat apapun seorang, pendidikan nilai harus terus dijalankan. Pendidikan nilai adalah proses penyadaran secara terus menerus kepada siapapun untuk selalu menjalankan kebaikan dengan sesama.
Kelima, persoalan hidup yang dialami oleh masyarakat lokal, menjadi daya tarik tersendiri bagi Raiffeisen. Apakah masih relevan, perbuatan Raiffeisen untuk kita sekarang? Raiffeisen pergi menjumpai orang-orang miskin dan pihak dealer, sendirian. Dia mengorbankan waktu perjumpaan dengan keluarganya untuk kepentingan kemanusiaan yang lebih universal. Seorang leader yang kristiani sekali pun, mentalitas lintah daratnya tetap melekat.
Keenam, lintah darat, dealer Birnbaum terlihat sangat jelas, bahwa dia bekerjasama dengan pihak hukum pelelangan. Telah terjadi kongkalikong, sehingga tak satu pun pihak lain yang dapat mengalahkan pihak dealer ketika terjadi pelelangan. Segala dokumen hipotek direkayasa, biaya-biaya pelelangan begitu tinggi, relasi internal dengan pihak hukum pelelangan begitu kuat, sehingga siapapun yang berhadapan dengan pihak dealer, akan kalah.
= 5 =
Bencana kelaparan merebak lagi, menimpah masyarakat Weyerbusch. Musim salju seharusnya belum terjadi, tapi tiba-tiba salju itu muncul, lebih cepat dari biasanya. Salju turun, menebal menutup rumah warga dan jalan umum. Aktivitas masyarakat macet total. Sebagai dampaknya, terjadi kelaparan, sumber makanan terbatas karena semua tanaman gandum, kentang, dan sayur-sayuran rusak dan busuk. Masyarakat berkeliaran di tempat-tempat umum untuk menjadi pengemis, perampok, dll, walaupun dingin dan bersalju. Bahkan ada yang keluar dari Weyerbusch dan kemana-mana, hingga tak berani pulang kembali.
Dalam situasi demikian, Raiffeisen tak tinggal diam. Dia berusaha untuk mengusahakan bahan makan bagi masyarakat Weyerbusch. Raiffeisen pergi ke Altenkirche, meminta bantuan tepung kepada pemerintah di sana. Bahwa masyarakat Weyerbusch, telah berhari-hari lapar, dan mereka membutuhkan bantuan.
Pemerintah Altenkirche kemudian meminta kepada Raiffeisen untuk kembali ke Weyerbusch dan mengumpulkan data-data masyarakat dari desa ke desa. Semua data terkumpulkan. Raiffeisen kemudian antar kembali data itu ke Altenkirche. Tidak lama kemudian, bantuan itu datang. Jalan masih terkendala karena tak bisa dilewati kreta. Karena masih ada salju yang menutupi jalan. Inisiatip Raiffeisen untuk mengajak masyarakat bergotong royong membersihkan bongkahan es di jalan, sehingga kendaraan yang memuat bantuan dapat segera tiba.
Masyarakat Weyerbusch pasti akan senang. Karena walikotanya benar-benar berpihak kepada masyarakat. Jalan sudah disiapkan, segera bantuan akan datang. Kerinduan masyarakat untuk mendapat sumbangan dan hidup mereka menjadi keberlanjutan.
Namun, satu masalah lagi muncul. Sumbangan sudah datang dan dihadapan masyarakat, namun sumbangan itu tak dapat dibagikan gratis kepada masyarakat. Surat perintah dari pemerintahan Altenkirche, bahwa orang yang dapat mengambil sumbangan adalah orang yang telah membayar tunai.
Walikota pusing mencari jalan keluar. Tidak hanya itu. Raiffeisen mensharingkan hal ini kepada isterinya, Emily. Raiffeisen juga mengumpulkan masyarakat untuk memberikan usul saran, agar sumbungan itu dapat diterima oleh semua masyarakat.
Dari hasil pertemuan Raiffeisen dan seluruh warga lokal, ada beberapa hal yang patut menjadi contoh:
Pertama, dalam situasi sulit akibat kelaparan, Raiffeisen berjuang untuk masyarakatnya. Dia jujur menyampaikan apa yang diperintahkan dari pusat.
Kedua, situasi kelaparan tidak menambah persoalan baru diantara masyarakat. Justru persoalan baru datang dari pemerintah puasat. Masyarakat patuh dan taat pada perintah atasan, karena itu Raiffeisen disana, berdiri sebagai fasilitator-pencari keadilan bagi masyarakat.
Ketiga, karena sebagai pencari keadilan bagi masyarakat, ada berbagai strategi yang dibentuk Raiffeisen yaitu membentuk Komite Rakyat Miskin. Komite ini bergotong royong untuk saling mendukung dengan memperhatikan sesamanya yang menderita dan lapar.
= 6 =
Rumah Roti dan Persatuan Roti. Rumah roti, cikal bakal muncul Komite Rakyat Miskin. Komite yang dibentuk untuk memperhatikan orang-orang miskin dengan cara sesuai dengan apa yang mereka miliki. Jika bakat menjadi petani, peternak, dll diberdayakan untuk menjadi petani, peternak, dll. Mereka mampu bertahan hidup dengan menghasilkan kebutuhan hidup mereka. Sementara itu, 62 orang dalam tim Komite Rakyat Miskin, berjuang untuk mencari jalan keluar, untuk mendatangkan gandum, kentang, dll.
Adanya Komite Rakyat Miskin, yang dibentuk Raiffeisen setelah kembali dari Altenkirchen. Raiffeisen melaporkan kepada Herr Landrat bahwa tepung yang kirim dari Altenkirchen, sudah dibagikan kepada masyarakat yang mampu untuk membayar. Sementara yang lainnya masih ditaruh di kantor walikota. Karena beberapa minggu orang tidak datang membeli, saya mengumumkan kepada masyarakat untuk datang mengambil, ungkap Raiffeisen kepada Herr Landrat. “Saya tidak bertindak enteng, Herr Landrat, tetapi seperti yang didiktekan oleh hati nurani saya sebagai seorang Kristen.” Tindakan Raiffeisen disatu sisi, taat pada hati nuraninya atas situasi kemiskinan akibat cuaca yang ekstrem, namun disisi lain, dia bertindak secara moral etis untuk menyelamatkan masyarakat lokal dengan memberikan bantuan tepung yang sudah ada; daripada kehilangan kegunaan atas tepung tersebut.
Persatuan Roti, tak bisa dibisakan dari rumah roti. Keduanya berhubungan erat satu sama lain. Rumah roti merupakan tempat produksi roti atau jenis kue yang dibuat oleh masyarakat lokal. Kemudian dari rumah produksi roti ini, dibentuk sistem pernjualan dengan sistem kredit. Lalu mengatur harga penjaulan roti ada pada 62 orang anggota Komite Rakyat Miskin. Sistem penjualan roti dengsn kredit. Artinya roti ini diambil dulu sampai pada enam hari, kreditnya dibayarkan. Bahkan ada juga dengan sistem barter, roti barter dengan tepung gandum, dll. Cara yang dipakai untuk menjalankan roda persatuan roti ini hampir mirip dengan sistem Credit Union, hanya belum sempurna.
Menjadi catatan yang sangat menarik, jika di masa itu Komite Rakyat Miskin Weyerbusch termasuk membeli beras lima karung dari Jawa-Indonesia, apakah benar informasi ini? Jika informasi ini benar, artinya luar biasa. Karena Komite Rakyat Miskin dan Persatuan Roti yang dibentuk Raiffeisen itu, telah membuka akses jaringan ke dunia luar, termasuk ke Jawa-Indonesia.
Ketika para aktivis Credit Union dewasa ini mengembangkan Credit Union, maka usaha pengembangannya tak terpisahkan dari berbagai pengalaman masa lalu.
Pertama, Raiffeisen seorang tokoh hebat yang dituntun oleh hati nurani yang jernih, bersih. Dia berkomitmen pada nasib masyarakat lokalnya yang miskin. Kedua, Raiffeisen, seorang yang membuka jaringan ke luar dari dirinya, menjumpai banyak kolegial, pribadi-pribadi, termasuk pribadi-pribadi yang tak berdaya, diberdayakan. Dia berjuang untuk memberikan pendidikan dan solider serta swadaya untuk menopang hidup masyarakatnya.
Ketiga, ketika berada dalam situasi terjepit dan membingungkan dirinya, Raiffeisen seakan sudah memiliki dalam dirinya suatu sikap pasti untuk menghadapi suatu masalah, tapi tak pernah diungkapkan. Dia menunggu berjumpa dengan orang lain, mengobrol, mencari jalan solusi lain, dan menguatkan keputusan yang akan diambil. Disinilah, tahap seorang leadership. Lebih dulu mau mendengarkan masyarakatnya walaupun dia sendiri merasa bisa.
Keempat, munculnya komite yang dibentuk hanya bersifat tentatif, dengan jangka waktu tertentu. Seperti Komite Rakyat Miskin, dibentuk untuk menangani masyarakat lokal Weyerbusch yang miskin. Komite ini memiliki tujuan kerja dan usaha-usaha yang membantu masyarakat. Bahkan mampu membuka jaringan ke luar negeri.
= 7 =
Menjadi walikota di Weyerbusch dengan segala situasi yang mencengkramkan posisinya, ternyata menghantar F.W Raiffeisen untuk mendapatkan posisi sebagai walikota juga di Flammersfeld, Jerman. Tidak hanya itu, Tuhan yang senantiasa menyertainya pun, menghadiahkannya seorang anak kedua, namanya Carolina. Juga ketulusan dan kesetiaan Emily, yang kesehariannya, selalu di rumah dengan hati yang terbuka mendukung karya suaminya, kini tersenyum gembira. Karena persoalan kemiskinan di Komunitas Weyerbusch, dapat menemukan jalan keluar. Masyarakat lokal, sudah tidak mengalamai kemiskinan. Sudah terbentuk Komite Rakyat Miskin, Rumah Roti, dan Persatuan Roti, yang dapat menopong situasi keganasan cuaca buruk-bersalju di Weyerbusch.
“Keberhasilan” cara Raiffeisen mengatasi situasi kemiskinan di Komunitas Weyerbusch, dengan Komite Rakyat Miskin, Rumah Roti, dan Persatuan Roti, mampu membawa masyarakat lokal keluar dari kemiskinan. Cara-cara Raiffeisen menjadi terkenal dan menjadi bahan pembicaraan dalam lintas Landrat hingga di Altenkirchen. Inilah posisi F.W. Raiffeisen secara langsung “diakui oleh pemerintah di tingkat pusat”. Raiffeisen “dalam pengakuan terhormat” oleh pemerintah pusat.
Dalam pengakuan terhormat, Raiffeisen dengan rendah hati mengakui: “Saya hanyalah seorang musafir di jalan antara kehidupan ini dan keabadian.” Tak bisa diatasi selama di Weyerbusch adalah situasi alam-bersalju dan kekurangan uang dari para petani dan tangan rentenir yang masih kuat mencengkram masyarakat lokal. Jika ini telah diatas, akan ada perubahan masyarakat lokal dengan lebih baik masa depannya.
Belajar dari perjuangan Raiffeisen, ada beberapa pola dan strategi yang boleh kita sublimasikan dalam situasi kita.
Pertama, Raiffeisen masih tetap berkorban dalam waktu, tenaga, gaji, dan perhatian terhadap masyarakat lokal, walau sudah menikah dan punya anak. Raiffeisen diterdorong oleh kata-kata ini. “Jika kita mengkhianati ajaran Kristus untuk mencintai sesama kita, maka kita tidak akan lebih baik dari orang-orang miskin yang begitu cepat terbiasa dirawat oleh orang lain!”
Kedua, dalam berbagai cara Raiffeisen mengatasi persoalan yang ada didalam masyarakat lokal, dia sendiri menyadari bahwa kebajikan saja tidak cukup untuk mengatasi kemiskinan; itu harus bersekutu dengan pendidikan dalam swadaya. Kata-kata ini harus dipahami bahwa kebijakan yang diambil harus dipahami dan dimengerti oleh masyarakat siapapun, masyarakat harus sampai menyadari juga bahwa kebijakan yang dibuat itu mempunyai nilai pendidikan, dan mendorong masyarakat untuk sampai mampu mandiri (swadaya).
Ketiga, siap untuk bekerja dengan siapapun dan dimanapun, jika dibutuhkan. Ini yang dimiliki oleh seorang Raiffeisen. Dalam diam, dia bekerja di Weyerbusch. Namun, apa yang dikerjakan di Weyerbusch, malahan dikenal dan diceritakan hingga di tingkat pusat pemerintahan. Bahkan ketika dipanggil ke Altenkirchen, diminta untuk mengambil posisi dengan wilayah yang lebih luas. Dia diam. Dia ingat akan Emiliy, Amalie, dan Carolina. Karena itu, surat tugas baru menjadi walikota di Flammersfeld, Raiffeisen serahkan kepada Emily. Apa pendapat isterinya, Raiffeisen siap saja.
Ini tiga hal yang patut kita belajar dari F.W. Raiffeisen, seorang walikota, yang sangat rendah hati dan penuh energik dalam memotivasi masyarakat lokal untuk keluar dari kemiskinan.
= 8 =
F.W. Raiffeisen, pindah menjadi walikota di Flammersfeld. Situasi alam dan masyarakat lokal di Flammersfeld, tidak jauh berbeda dengan masyarakat di Weyerbusch. Situasinya sama, yaitu alam yang dingin-bersalju serta masyarakat di 33 desa, dihantui dengan berbagai kesulitan ekonomi-masyarakat miskin, yang dikejar oleh rentenir, yang mengakar dalam masyarakat.
Satu kebiasaan yang tak pernah ditinggalkan, namun selalu menjadi tindakan yang dilakukan oleh Raiffeisen ialah “belajar dari situasi masyarakat setempat”. Segala informasi yang diterima, siapa saja yang datang dan menjumpainya, Raiffeisen memiliki hati dan perhatian untuk mendengarkan mereka. Mendengarkan inilah cara yang efektif, Raiffeisen menerima informasi, mempelajari, dan mencatatnya dalam buku hariannya.
Tidak hanya itu, Raiffeisen pun berkunjung dari desa ke desa, dia mempelajari lingkungan alam desa, tanah dan pekerjaan masyarakat baik sebagai petani, pedagang, peternak, dll. Bahkan disana, dia bergaul dan belajar begitu banyak “orang-orang” yang telah bermetamorfosis, dengan ragam wajah halus, namun sebagai pembunuh masyarakat secara perlahan-lahan dan mati.”
Kekuatan dan keteguhan hati, ketika Raiffeisen berjumpa dan berdiskusi dengan pastor Müller. Disana, Raiffeisen menjadi sahabat dengan pastor Müller, untuk saling berbagi satu sama lain, membangun kepercayaan, dan kekuatan iman.
Situasi yang dialami kedua tokoh ini, meneguhkan semangat mereka untuk bangkit dalam prinsip dan berani mengeksekusi prinsip yang ada didalam benak dan pikiran mereka, yaitu dengan:
Pertama, membentuk “Flammersfeld Union in Aid of Farmers”, atau disebut dengan “Serikat Bantuan Petani Miskin”. Pemebntukan serikat bantuan ini pro dan kontra. Pro karena perhatian dan seluruh bantuan memang ditujukan kepada orang miskin, masyarakat Flammersfeld. Sementara kontra karena ada kelompok orang-orang tertentu yang selama ini menanamkan kakinya untuk “menyedot” harta masyarakat lokal, merasa terancam.
Kedua, para pengurus-pengawas yang mengurus dan mengawasi “Serikat bantuan petan miskin” adalah orang-orang yang tak bergaji. Yang mendapat gaji adalah bendahara yang mengelola keuangannya. Lebih banyak orang yang bekerja didalam serikat bantuan petani miskin, orang-orang sukarelawan.
Ketiga, masyarakat yang menjadi anggota pun tidak diwajibkan. Mereka menjadi anggota memberikan hak untuk diatur oleh lembaga ini, yaitu tanpa menerima imbalan, dan simpanan dan harta yang diberikan kepada serikat bantuan itu, tak menerima bunga/balas jasa. Artinya, keuntungan untuk pengembangan lanjutan dari serikat bantuan petani miskin.
Keempat, melalui cara dan strategi yang diambil itu, Raiffeisen bekerja untuk menyatukan masyarakat lokal untuk membangun ekonomi masyarakat sendiri. Kekuatan lokal inilah yang menjadi fokus dari pembangunan Walikota Flammersfeld.
= 9 =
F.W. Raiffeisen menjadi walikota di Flammersfeld. Di tempat yang ketiga ini, Raiffeisen bekerjasama dengan beberapa orang kaya dan dengan masyarakat lokal, membentuk apa yang disebut dengan Bank Kredit. Membentuk Bank Kredit ini pun tidak semua orang setuju. Hanya orang yang mau saja yang ikut didalamnya. Muncul prinsip sukarela.
Tidak hanya itu, muncul prinsip swadaya juga; dimana masyarakat lokal diharapkan untuk secara mandiri mengelola pinjaman dan dengan bunga yang ada untuk pinjaman anggota berikutnya. Maka likuidnya pun berasal dari masyarakat lokal. Bank Kredit pun mulai melakukan rapat anggota tahunan.
Tidak hanya itu saja. Bahkan disisi yang lain pun, Raiffeisen sangat berharap agar masyarakat lokal, Flammersfeld untuk saling membantu, saling menolong satu sama lain, untuk mendukung usaha masyarakat lokal, para petani dan peternak serta pedagang untuk selalu memperhatikan orang-orang miskin, pengemis, dan terlantar. “Sebab, apa yang telah kamu lakukan untuk salah seorang dari saudara-saudara yang paling hina ini, kamu telah melakukan untuk Aku, Tuhan-mu.”
Bank Kredit yang dibentuk bersama masyarakat lokal itu pun memiliki tujuan yang jelas yaitu menghantar masyarakat / anggota untuk mencapai kesejahteraan bersama. Memang kelihatannya berat bukan main, apa yang dikerjakan oleh Raiffeisen. Sebagai walikota itu enak, dapat gaji dan hidup dengan keluarga, cuku jauh dari cukup. Mengapa sih harus membangun situasi masyarakat yang miskin, situasi social yang pelit. Bahkan sampai tidak banyak waktu untuk isteri dan anak-anak, namun untuk masyarakat dan berjuang bersama masyarakat. ***
= 10 =
Serikat Kredit Heddesdorf”, telah berjalan. Keanggotaan tidak wajib; ditawarkan kepada masyarakat lokal yang mau bergabung sesuai dengan keputusannya. Tidak hanya itu, Yayasan bagi orang miskin dan sakit di Heddesdorf pun, terbentuk. Disana juga terlaksana Dana Remunerasi Guru. Semua lembaga ini dibentuk Raiffeisen atas dasar “kasih terhadap sesama dan kewajiban kristiani; yang merupakan jawaban atas ketidaksempurnaan dan kekurangan para anggota.
Aktivitas begitu besar walokota, Raiffeisen ini tak terbendungkan juga dengan perhatiannya kepada anak-anak dan isterinya, Emily. Aktivitasnya yang tinggi menambah deret aktivitas sebagai walikota. Sementara, ada satu hal yang cukup mencolok yaitu kesehatan isterinya, Emily yang semakin menurun, dan harus diistirahatkan di Remagen, bersama orangtuanya.
Isterinya, jauh dari anak-anak dan Raiffeisen, tapi getaran harapan perasaan hati mereka, terpaut. Nampak ketika akhir pesan Raiffeisen bersama anak-anak datang ke Remagen mengunjungi isterinya dan ibu dari anak-anaknya.
Sementara keadaan Emily yang terus menurun, Walikota Heddesdorf, tetap berjuang untuk mencari cara agar masyarakat tetap hidup dalam persekutuan. Masyarakat lokal terus diperjuangkan untuk hidup sehat dan sejahtera, melalui Persekutuan Kredit Heddesdorf. Sebuah persekutuan sebagai ikatan persekutuan ketetanggaan yang saling bertanggungjawab.
Dalam paket perjuangan Raiffeisen, dia toh mengalami kehilangan isteri tercintanya. Dia pergi untuk selamanya di Remagen, ketika Raiffeisen sendiri mendapat surat cinta pemberitaan dari bapak mertuanya. Raiffeisen bersama anak-anaknya kembali ke Remagen, melayat ibu mereka dan menghantar ke pemakaman. Anak-anak pulang kembali ke Heddesdorf, untuk tetap sekolah dan Raiffeisen kembali bekerja di kantor walikota.
Suasana keluarga Raiffeisen menurun. Anak-anak tetap semangat, disinilah fungsi kekuatan anak yang sulung, yang berani memotivasi adik-adiknya. Dalam suasana masih duka, pemerintah Landrat menawarkan untuk cuti yang panjang bagi Raiffeisen. Namun, dia sendiri menolak, karena dia hari berjuang untuk bangkit mendidik anak-anaknya. Kini, Raiffeisen menyadari dirinya, bahwa waktu yang tidak terlalu lama dalam hidupnya ini, dia memfokuskan dirinya pada pendidikan dan memelihara tumbuh kembang anak-anaknya. Dia menyadari bahwa “jurang kesediahan” harus tetap hidup untuk berjuang untuk anak-anaknya.
= 11 =
Dua puluh tahun bekerja sebagai walikota. Selama dua puluh tahun itu juga mengisi waktu luang dengan melakukan perbuatan amal kasih (charity) kepada masyarakat lokal baik di Weyerbusch, Flammersfeld, maupun di Heddesdorf. Dari desa ke desa setiap hari minggu untuk pergi berkumpul dengan masyarakat lokal pedesaan, membicarakan tentang serikat kredit.
Perbincangan dan melakukan tindakan untuk mewujudkan serikat kredit berawal dari rasa prihatin kepada masyarakat lokal yang miskin, yang terlilit oleh rentenir. Berawal dari itu, muncul gerakan masyarakat lokal untuk berkumpul, bergotong royong membangun sekolah, dll. Mereka berkumpul untuk bersatu, melakukan amal kasih dengan tindakan nyata. Memberikan jaminan, hak dan tabungan, tanpa bunga. Lalu perlahan-lahan, orang mulai meminjam dengan bunga yang sangat kecil, dikelola dengan transparan dan berlahan-lahan, serikat kredit menjadi model membangun masyarakat lokal yang miskin.
Serikat kredit menjadi terkenal, baik dari masyarakat lokal di Jerman, media massa, dan bahkan muncul persaingan dengn gerakan simpan pinjam ala Schulze dari Delitzsch di Saxony. Selama 20 tahun Raiffeisen menghabiskan waktu untuk masyarakat lokal, selama 20 tahun itu juga dia menderita. Bahwa menjadi walikota adalah jabatan, karena itu dia menjallankan tugasnya untuk menjadi “panggilan”, panggilan hidup untuk melayani orang-orang tanpa upah. Panggilan hidupnya tanpa upah ini melahirkan prinsip etika dasar, “not for profil and not for charity but for service”.
Raiffeisen menjadi seorang pensiunan di Heddesdorf. Dia dipensiunkan oleh pemerintah Landrat, karena tua dengan penglihatan yang sangat sulit, yang selalu dibantu oleh Amalie, anak perempuan sulungnya, sekaligus sebagai sekretaris pribadinya. Ketakutan karena pensiunan pun, karena anak-anaknya belum tamat dari sekolah-sekolah. Tanggungjawabnya masih harus dijalankan, apalagi isterinya Emilya telah lama tiada.
Karena itu, selama pensiunan, Raiffeisen membangun usaha bisnis cerutu dan pabrik anggur. Perkembangan sangat pesat usaha Raiffeisen ini. Dari kedua usaha bisnisnya itu, Raiffeisen belajar tentang manajemen dan laporan keuangan usahanya. Sementara kesibukannya ini, muncul banyak permintaan dari berbagai daerah agar Raiffeisen mengunjungi mereka untuk membangun serikat kredit.
Permintaan untuk menjelaskan serikat kredit, sering muncul. Dia menghabiskan banyak waktu untuk pergi ke desa-desa. Sementara secara fisik, Raiffeisen mulai menurun. Untuk inilah muncul pemikiran bahwa Raiffeisen menulis buku khusus tentang serikat kredit, dengan judul: "Serikat Kredit sebagai Obat untuk Kemiskinan Pekerja dan Pengrajin Pedesaan dan Industri."
Buku Raiffeisen ini kemudian menjadi bahan dasar dan ide-ide pengembangan Serikat Kredit di seluruh Jerman dan dunia. Setelah bukunya ini muncul, Raiffeisen kemudian, “terkurung antar sampul-sampul bukunya sendiri.”
= 12 =
Serikat kredit menyebar ke seluruh dunia. Karena ide-ide dan kerja Raiffeisen yang selama ini peduli kepada orang-orang miskin dan terlantar didukung oleh Gereja Protestan dan Gereja Katolik. Dimana Gereja itu hadir, serikat kredit tentu akan hadir disana. Ini komitmen kedua Gereja ini sejak Raiffeisen memperkenalkan serikat kredit.
Tidak hanya didukung oleh lembaga Gereja, tetapi juga karena kekuatan perhatian dari Amalie, anak putrinya, sekretaris pribadinya. Juga menjadi terkenal karena media massa dan berita berantai dari mulut ke mulut dari satu desa ke desa lain, tentang usaha untuk pro kepada masyarakat miskin dan berhasil.
Dalam perjuangan anaknya dan Raiffeisen sendiri, mereka pun mendapat banyak hujatan dari banyak orang lain. Hujatan itu datang ketika mengklaim bahwa Raiffeisen membuka serikat kredit untuk suatu kepentingan pribadi dan orang-orang yang selama ini mendukungnya.
Karena persaingan ini, maka pemerintah pusat Landrat pun turun tangan untuk melakukan penyelidikan dan pemeriksaaan pengelolaan serikat kredit. Hasil pemeriksaan kemudian dilaporkan kepada Raiffeisen dan semua pengelola yang ada di daerah-daerah. Bahwa, serikat kredit sangat bagus dikelola, sangat menolong banyak orang miskin, dan manajemen keuangan harus terus menerus dikembangkan. Hasilnya ini membuat Raiffeisen dan pengelolanya, berhasil diterima dan didukung oleh pemerintah pusat, Landrat. Segala peraturan yang dibentuk serta model serikat kredit, dikemudian dipatenkan dan masuk dalam undang-undang Jerman.
Dengan diterimanya model serikat kredit, Raiffeisen kemudian hari membuka jaringan sekunder untuk menyatukan beberapa serikat kredit dari beberapa desa. Dari beberapa sekunder kemudian membentuk satu jaringan pusat. Jaringan pusat inilah membentuk Bank Kredit, yang kemudian hari menjadi Bank sentral Simpan Pinjam (Credit Union).
Pangkalpinang, 28 April 2023
Alfons Liwun